Kamis, 28 Januari 2016

Pagi berangkat sekolah atau bekerja dengan kendaraan, entah itu roda dua, roda empat, atau bahkan roda 6. Mengenakan pakaian rapih, identik dengan kemeja, sepatu, dan jenis pakaian formal lainya. Pegawai kantor kebanyakan menggunakan perangkat berteknologi canggih semacam komputer, dan berbagai profesi lainya tentu menggunakan periperal yang mendukung pekerjaanya. Para siswa menggunakan pulpen, buku tulis, serta buku materi sebagai pendukung dari proses pembelajaran. Diluar dari semua rutinitas dari terbit fajar hingga terbenam matahari, kebutuhan terlihat seperti seekor hiu lapar yang mengendus bau darah dalam radius 1 mil. Sang harimau tak makan selama 7 hari yang berlari mengejar seekor rusa yang menembus kecepatan hingga 70km/jam atau lebih, bahkan sudah terlihat seperti tidak membutuhkan makanan.
Diluar dari konteks sentimentil, pernahkah terpikir bagaimana pedal gas mobil bisa sebegitu mulusnya serasi dengan percepatan roda semau pengendara ? Rapihnya desain yang amat kecil diatas kertas yang setiap hari digunakan namun terabaikan ? Atau bahkan tertatanya perhitungan bentuk ulir dialas sepatu yang bahkan sampai rusak tak terpakai sepatu itu bisa terhitung berapa kali melihat bagian ulir alas sepatu tersebut ? Semua memiliki proses, entah itu rumit, sulit, keras, lembut, atau bahkan ekstrim. Maraknya kebutuhan atau bahkan gaya hidup menjauhkan benak dari pemikiran akankah proses yang dialami diri sendiri bisa lebih diapresiasi dari pendesain bagian alas sepatu yang setiap hari terinjak ?
Mahalnya biaya penayangan acara di stasiun TV, tapi sering kali banyak berita menghadirkan kasus klasik mengenai maling ayam, modus pencurian, ironi nya pembunuhan antar suami istri. Kata-kata kutukan dengan indahnya keluar mengecam, memfonis, dan seolah lupa akan sebab akibat.

Seorang presiden yang dicemooh jutaan rakyatnya yang karena hanya tidak fasih dan lancar berbicara bahasa asing. Menolak lupa ataukah memang terlalu murahkah bersahaja untuk jutaan perut orang lain selama kurun waktu dan aturan yang bahkan jauh dari kata nyaman untuk sejenis manusia yang memiliki banyak sifat untuk memerdekakan diri sendiri. Seorang murid yang dikecam, diancam dan dibunuh psikologinya depan umum oleh guru-guru bangsa tercinta di dalam bangunan istana harapan bangsa, ataukah sekedar pabrik ijazah penyamun karir ? Manusia lelah bila berlari, mungkin agak sedikit berkurang lelah tersebut atau bahkan hilang bila lari demi tujuan pasti. Terdesak dan tak punya pilihan dalam keadaan, tak peduli alasan, dunia hanya menerima itu semua dalam kosa kata kesalahan. “Saya mencuri ayam tetangga karena ibu saya menjanda dan jatuh sakit, saya butuh uang untuk sekolah, tapi wartawan menembak saya dengan editan radikal di TV, tanpa tahu di kantoran banyak jutaan kali lipat harga ayam yang saya curi lenyap untuk seonggok kepuasan.” “Saya lelah, berangkat pagi buta, demi menuntut ilmu, sedikit saja saya izin untuk bernafas saati satu jam nonstop dimarahi karena tidak mengerti satu pelajaran, yang bahkan saya dimarahi oleh orang yang hanya menguasai satu materi dan saya dituntut menguasai lebih dari 10 materi dalam kurun waktu 6 bulan saja, terkadang saya dipukul.” Dasar dan ajar itu berbeda. Ajar dapat diberi pelajaran lebih,tetapi dasar tak peduli betapapun ajar akan tetap menjadi dasar.

0 comments:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube