Minggu, 31 Januari 2016

Tumang, harimau jantan berbadan kekar untuk seukuran harimau normal, sejenis macan loreng, berbulu seraya beludru ala karpet rumah konglomerat tapi menempel pada salah satu hewan paling buas. Tumang, melompat dan bergerak mengibaskan badan tak tentu arah, seperti bayi kera kegirangan, bermandikan darah pada bagian mulutnya, tak cukup otak Tumang menalar gibasanya memuncratkan darah di mulutnya itu pada Kakek dan Nenek pengasuh Tumang.
Bug ! Bug ! Craaak !
Tiga hantaman cangkul sang Kakek tercinta si Tumang menghantamnya tak terbendung, menambah nuansa meriah bermandikan darah yang awalnya hanya di bagian mulut darah harimau, kini Tumang facial dengan darah, tewas tanpa pesan Tumang tergeletak lemas di sawah tempat kakek dan nenek pengasuh si bayi manis kecil Tumang. Si kecil Tumang yang kekar mati terkena hantaman cangkul sang kakek terkasih.
Syukurlah, kini ular cobra yang berada di sebelah bayi mungil polos dikamar dalam rumah kakek dan nenek telah mati, warna kain diatas kasur jadi merah merona darah segar dari ular cobra. Sang penyelamat Tumang telah tumbang setelah berhasil menyelamatkan sang bayi kesayangan terbaru kakek dan nenek yang tak dikaruniai buah hati sekian lama, kata manusia : “ bagaikan menolong anjing terjepit, sudah ditolong malah menggigit.” Lantas apa kata harimau jika menolong manusia malah dicangkul hingga mati ?

Pada dasarnya harimau tetap harimau, ganas, buas, dan karnivora. Tetap punya dua taring tajam pada giginya yang agak sedap terasa bila menancap pada anggota badan, apalagi pada tubuh semungil bayi, dan cakar yang lumayan membuat kulit jadi meriah akan darah bila dicakar walau sedikit. Tak peduli, harimau besar dan kekar, bersama bayi kecil dalam rumah, lantas datang dengan mulut berdarah, tentu itu darah sang bayi karena harimau akan memakan daging saat lapar. Terkutuklah !

Kakeek ! Neneek ! ada ular cobra mendekati bayi kalian, aku telah membunuh cobra itu dengan taringku, cepat kakek !  nenek ! lihat ! mulutku dipenuhi darah cobra yang mengancam jiwa bayi kesayangan kalian. Kakek ? kenapa mencangkul wajahku ? kenapa tega kakek ? bukankah aku ini harimau kesayanganmu sejak bayi ? kenapa kakek mencangkul wajahku seperti harimau kelaparan yang sedang mencincang daging rusa amat terasa lezat baginya ? kakek, jangan ! hanya bangsa harimau yang boleh memakan daging mentah ! kenapa kakek memakan fakta mentah sepihak ? hanya karena melihat fakta sekilas, aku kira manusia tidak suka yang masih mentah.

Seorang kakek membunuh seekor harimau asuhan bersama nenek sejak harimau masih bayi, dengan begitu hebatnya pertunjukan cipratan dari dari wajah harimau na’as itu, jelas tewas seketika tanpa pamit.


Kita negara demokrasi men, bebas beropini, bebas berpendapat. Sara ? Rasis ? Sarkarsme juga ? Yang penting kan dasarnya bebas beropini dong ? Jelas bebas ya bebas. Apa ? Solusi ? Siapa yang peduli, semau-mau mulut saya dong, semau-mau jari saya dong, ngacak-acak dunia maya dengan kutukan dan cemooh kotor nan murah meriah di sosial media, akun juga akun saya sendiri. Yang penting aku lihat berita di TV dia kagak becus jadi pemimpin, dasi doang dengan pakaian rapih, tapi otaknya kusut macem benang layangan anak lagi main. Gak peduli ya, salah ya salah aja, TV aku gak mungkin rusak, tayanganya bilang gitu.

Wah ada berita bagus, toh ini negara demokrasi, bebas beropini. Fakta atau palsu ? waduh, hari gini masih mikir gitu anak istri dirumah makan apa, yaudah tulis dan tayangkan saja yang meriah, biar rame. Percaya atau enggak itu urusan mereka, bodoh aja kalo percaya mentah-mentah sih. Bahkan orang yang lagi jadi topik pembahasan di tayangan gua aja diem aja tuh, santai dia, remuk dan busuknya kosa kata publik dari rakyat ke pemimpinya itu seru men, biar kaga sepi ini negri, sensasi segaaar, duiit segaaar.

Badanya kekar dan tegar, belasan tahun berkiprah di dunia militer. Otaknya cerdas dan dihiasi beragam proses cermat dalam beradaptasi dalam semua keadaan. Sehat dan kuat, anti karat, anti loyo apalagi lemas seraya kuda liar sumbawa. Seberapa banyak lembar nyali masalah menghadang dihapanya, siapkah untuk dirobek perlahan dan satu persatu bagai plester yang dilepas dari kulit penuh bulu kaki panjang nan lebat ? Dagunya tegap tanpa gentar, tegak lurus ke depan, beragam masalah lumer seperti sebuah es batu masuk dalam lubang kawah berisikan lava hangat baginya.
Na’as, orang-orang yang seharusnya mendukung dia, memberikan solusi dan berjuang bersama denganya, mengguyurkan air ludah tepat pada wajahnya di depan banyak orang lainya. Harga dirinya seperti kotoran ayam ditengah tumpukan rongsokan. Bahkan para pengikut dan pemujanya, membelot dan berkelit tajam dan memilih segelintir uang, tak lupa ikut membasahi mukanya dengan ludah segar siap tembak.
Dialah pemimpin bangsa, dialah wakil sebuah negara, dialah yang berdiri tegak dari jutaan orang dibelakangnya, dan dia jugalah yang telah diludahi hingga basah kuyup oleh para anggota yang dipimpinya.
Hanya karena sesekali para anggotanya, melihat sedikit manipulasi informasi di media masa kini. Mereka makan dengan lahap daging informasi dengan mentah-mentah bermandikan darah, lahap sekali, seperti hyena tak makan 7 hari melihat bangkai kuda, lahapnya tak tertandingi.
Tumang, tidak ada yang salah, kakek dan nenek tidak salah, engkaupun juga tak salah. Hanya saja peduli akan sebab-akibat itu perlu banyak upaya, tidak seperti lahapnya makan daging mentah saat kelaparan hebat.

Kamis, 28 Januari 2016

Pagi berangkat sekolah atau bekerja dengan kendaraan, entah itu roda dua, roda empat, atau bahkan roda 6. Mengenakan pakaian rapih, identik dengan kemeja, sepatu, dan jenis pakaian formal lainya. Pegawai kantor kebanyakan menggunakan perangkat berteknologi canggih semacam komputer, dan berbagai profesi lainya tentu menggunakan periperal yang mendukung pekerjaanya. Para siswa menggunakan pulpen, buku tulis, serta buku materi sebagai pendukung dari proses pembelajaran. Diluar dari semua rutinitas dari terbit fajar hingga terbenam matahari, kebutuhan terlihat seperti seekor hiu lapar yang mengendus bau darah dalam radius 1 mil. Sang harimau tak makan selama 7 hari yang berlari mengejar seekor rusa yang menembus kecepatan hingga 70km/jam atau lebih, bahkan sudah terlihat seperti tidak membutuhkan makanan.
Diluar dari konteks sentimentil, pernahkah terpikir bagaimana pedal gas mobil bisa sebegitu mulusnya serasi dengan percepatan roda semau pengendara ? Rapihnya desain yang amat kecil diatas kertas yang setiap hari digunakan namun terabaikan ? Atau bahkan tertatanya perhitungan bentuk ulir dialas sepatu yang bahkan sampai rusak tak terpakai sepatu itu bisa terhitung berapa kali melihat bagian ulir alas sepatu tersebut ? Semua memiliki proses, entah itu rumit, sulit, keras, lembut, atau bahkan ekstrim. Maraknya kebutuhan atau bahkan gaya hidup menjauhkan benak dari pemikiran akankah proses yang dialami diri sendiri bisa lebih diapresiasi dari pendesain bagian alas sepatu yang setiap hari terinjak ?
Mahalnya biaya penayangan acara di stasiun TV, tapi sering kali banyak berita menghadirkan kasus klasik mengenai maling ayam, modus pencurian, ironi nya pembunuhan antar suami istri. Kata-kata kutukan dengan indahnya keluar mengecam, memfonis, dan seolah lupa akan sebab akibat.

Seorang presiden yang dicemooh jutaan rakyatnya yang karena hanya tidak fasih dan lancar berbicara bahasa asing. Menolak lupa ataukah memang terlalu murahkah bersahaja untuk jutaan perut orang lain selama kurun waktu dan aturan yang bahkan jauh dari kata nyaman untuk sejenis manusia yang memiliki banyak sifat untuk memerdekakan diri sendiri. Seorang murid yang dikecam, diancam dan dibunuh psikologinya depan umum oleh guru-guru bangsa tercinta di dalam bangunan istana harapan bangsa, ataukah sekedar pabrik ijazah penyamun karir ? Manusia lelah bila berlari, mungkin agak sedikit berkurang lelah tersebut atau bahkan hilang bila lari demi tujuan pasti. Terdesak dan tak punya pilihan dalam keadaan, tak peduli alasan, dunia hanya menerima itu semua dalam kosa kata kesalahan. “Saya mencuri ayam tetangga karena ibu saya menjanda dan jatuh sakit, saya butuh uang untuk sekolah, tapi wartawan menembak saya dengan editan radikal di TV, tanpa tahu di kantoran banyak jutaan kali lipat harga ayam yang saya curi lenyap untuk seonggok kepuasan.” “Saya lelah, berangkat pagi buta, demi menuntut ilmu, sedikit saja saya izin untuk bernafas saati satu jam nonstop dimarahi karena tidak mengerti satu pelajaran, yang bahkan saya dimarahi oleh orang yang hanya menguasai satu materi dan saya dituntut menguasai lebih dari 10 materi dalam kurun waktu 6 bulan saja, terkadang saya dipukul.” Dasar dan ajar itu berbeda. Ajar dapat diberi pelajaran lebih,tetapi dasar tak peduli betapapun ajar akan tetap menjadi dasar.

REALITA DIBALIK JENDELA

Posted by Unknown | 14.07 Categories: , , ,
Tak banyak orang mau percaya padamu, sebelum kedua mata orang-orang menempel atau sepandangan denganmu atas apa yang terjadi pada dirimu dan semua yang telah kau lihat. Banyak orang mengumpulkan berbagai cara agar mau percaya dan membuktikan. Segala macam tuntutan membuat beragam cara dilakukan agar dapat menghasilkan keputusan.
Rasanya memang agak sedikit aneh, bila sesama manusia harus menempuh beberapa cara, hanya untuk sekedar percaya untuk beberapa hal, bahkan untuk satu hal saja. Memang keadaan yang terlalu nyata, atau pikiran manusia yang sudah sulit menjadi nyata.
Who knows...

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube